Sabtu, 16 Januari 2010

HAITI BERDUKA


[ Sabtu, 16 Januari 2010 ]
Bantuan untuk Korban Gempa Kurang, Penjarahan Marak di Haiti

PORT-AU-PRINCE - Hingga hari ketiga pascagempa kemarin (15/1), belum banyak perubahan yang terjadi di Haiti. Mayat-mayat yang mulai membusuk tergeletak di segala tempat dan reruntuhan bangunan masih teronggok di mana-mana. Air bersih dan makanan semakin susah diperoleh, sedangkan bantuan dari luar Haiti belum tersebar merata.

Ketidakjelasan tersebut membuat frustrasi para korban gempa yang selamat. Sebagian mereka mulai kalap dan menjarah barang-barang berharga serta makanan di ibu kota. "Jika bantuan internasional tidak segera tiba, situasinya akan jauh lebih parah. Kami sangat membutuhkan air bersih dan makanan," ujar Lucille, warga Haiti yang luput dari maut, seperti dilansir Agence France-Presse.

Selain bantuan logistik, mereka mengeluhkan lambannya proses evakuasi korban. Kemarin sekelompok orang yang berusaha menarik seorang pria dari puing-puing kantor pajak melambai dengan putus asa ke arah pesawat pengangkut bantuan yang kebetulan melintas. Benar saja, pesawat tersebut tidak melihat lambaian tangan mereka.

"Kami mendengar dari radio bahwa tim penyelamat berdatangan dari berbagai negara. Tapi, sampai sekarang tidak ada yang datang," keluh Jean-Baptiste Lafontin Wilfried. Tidak ingin jumlah korban tewas terus bertambah karena lambannya evakuasi, Wilfried dan rekan-rekan nekat menggali reruntuhan dengan tangan kosong. Sebisa mungkin, mereka menyelamatkan korban yang terjebak reruntuhan, meski butuh waktu lebih lama.

Aksi penjarahan di ibu kota itu membuat situasi makin mencekam. Tembakan sporadis terdengar bersahutan dari beberapa penjuru. Bukan hanya korban selamat dan penduduk Port-Au-Prince yang takut. Tim penyelamat asing dari Republik Dominika, Venezuela, Amerika Serikat (AS), Bolivia, dan Prancis yang baru tiba di ibu kota pun khawatir. Sebab, menurut Associated Press, mereka tidak dibekali senjata api atau didampingi pasukan keamanan dalam menjalankan tugas.

"Perasaan tidak aman menjadi masalah terbesar kami. Kemarin mereka berusaha membajak truk kami. Karena itu, hari ini kami memilih untuk menunggu situasi tenang dulu," ungkap Delfin Antonio Rodriguez, komandan tim penyelamat sekaligus ketua pertahanan sipil Republik Dominika. Apalagi, para penjarah mempersenjatai diri mereka dengan pistol atau senapan angin.

Kendala lain, lanjut Rodriguez, adalah minimnya obat-obatan dan peralatan medis di rumah sakit Haiti. Karena itu, tim penyelamat dan medis asing tidak bisa memberikan perawatan secara maksimal. Padahal, membawa korban luka ke luar Haiti juga tidak mudah. Sarana transportasi dan medan yang ada kurang mendukung. Atas alasan yang sama, bantuan logistik internasional pun terpaksa menumpuk di bandara.

Hingga kemarin, Palang Merah Internasional melaporkan jumlah korban tewas 50.000 orang. Jumlah tersebut akan terus meningkat mengingat sejumlah besar korban masih tertimbun reruntuhan bangunan. Pemerintah Perdana Menteri (PM) Jean-Max Bellerive yang memang belum banyak beraksi pun menjadi sasaran kemarahan warga Haiti. Terutama, penduduk Port-Au-Prince yang terpaksa menginap di lapangan karena kota mereka luluh lantak.

"Sampai Kamis (14/1), sedikitnya 7.000 korban tewas sudah dimakamkan," ujar PM Peru Ángel Javier Velásquez Quesquén dari Port-Au-Prince. (hep/ami)






0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com